Bagian Kedua di Maluku Utara
Saat ini memasuki tahun ke 10 bertugas di Maluku Utara. Namun dikurangi masa tugas belajar jadi sekitar delapan tahun. Kembali lagi ke Maluku Utara setelah sekian lama di Jawa menjadi sesuatu yang unik untuk dijalani.
Apalagi ketika kembali, sekitar 30% teman-teman yang dahulunya membersamai sekarang sudah pindah institusi. Ada semacam suasana baru meski banyak juga yang masih sama dengan yang dahulu. Indomaret sekarang semakin menjamur. Pilihan belanja jadi lebih variasi. Namun banyaknya Indomaret tentu memberikan tantangan terhadap warung-warung lokal yang banyak dimiliki orang lokal maupun perantau dari Makassar maupun Buton.
Yang paling mencolok tentu kenaikan harga. Pertamax satu liter mencapai 16 ribu. Satu botol Aqua dihargai 25 ribu. Belum lagi kenaikan harga pangan. Timun yang dahulu 5 ribu dapat tiga sekarang sudah 10 ribu dapat tiga. Sayur masak di pasar yang dahulu beli 5 ribu masih dilayani, sekarang minimal 10 ribu. Yang paling mencolok makan di warung makan yang kenaikan sekitar 20-30%: ayam bakar yang 25 ribu menjadi 30 ribu. Mie ayam yang awalnya 15 ribu menjadi 20 ribu. Kalo naik semacam harus kelipatan 5 ribu, tidak pecah seperti 1.500, 2.000, atau 3.000.
Nampaknya kenaikan berbagai barang ini disebabkan ekspansi tambang yang semakin menjadi-jadi. Maluku Utara sebagai sumber utama nikel dunia menjadi incaran para pencari kerja. Tidak tanggung-tanggung sekali bukaan lowongan kerja bisa sampai puluhan ribu yang diperlukan. Tentu masihnya pertambahan pekerja di suatu tempat memicu harga barang dan jasa terdorong untuk naik.
Cerita teman, di lokasi tambang biaya kos-kosan 1.5 juta. Ya jangan dibayangkan seperti kosan di Jawa. Bahkan ada teman yang pada akhirnya balik lagi ke kantor dibandingkan meneruskan kerja di tambang. Bahkan kemarin sempat ketemu kawan lama, meski kerja di kantor pendapatan tidak sebesar di tambang tapi dia masih bisa beli kebun. Rasa-rasanya ia merasakan kerja di tambang uang numpang lewat saja. Ya tentu cerita satu-dua orang tersebut tidak bisa digeneralisir. Buktinya masih ada juga teman-teman kantor yang pindah ke tambang masih bertahan hingga sekarang.
Memang bagi perantau tantangan utama itu di biaya hidup, kesehatan, dan pendidikan. Termasuk juga ongkos tiket mudik. Namun semua tetap harus dijalani, toh saat ini berada di Kepulauan Indonesia Timur bisa jadi bagian dari doa waktu kuliah: ingin naik pesawat.