Perubahan iklim merupakan salah satu disrupsi yang saat ini terjadi. Pelan tapi pasti dampak perubahan iklim begitu nyata. Bahkan kompas pada pekan kemarin memberitakan berbagai liputan terkait dampak perubahan iklim. Mulai dari intensitas bencana yang semakin masif hingga catatan kerugian yang cenderung meningkat setiap waktunya. Di sisi lain belum semua lapisan masyarakat mengetahui apa itu perubahan iklim.
Sektor pertanian menjadi rentan terhadap fenomena perubahan iklim. Sebab sisi hulu sektor ini alias on farm sangat terpengaruh dengan adanya perubahan iklim. Kekeringan, hujan ekstrim, variabilitas iklim, serta potensi serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dapat mengganggu produksi dan menurunkan kualitas hasil. Di sisi lain petani yang menjadi ujung tombak sektor ini masih belum cukup pemahaman terkait perubahan iklim.
Beda Diksi Beda Pemaknaan
Kalangan akademisi atau peneliti tidak bisa serta merta membawa diksi perubahan iklim ke petani. Perlu menggunakan diksi lain yang lebih familiar misalnya: perubahan musim, perubahan pola hujan, atau perubahan ‘mongso’. Beberapa waktu lalu di salah satu sentra pertanian di DIY, petani memiliki beragam pemahaman terkait perubahan iklim. Ada petani yang menganggap, mongso itu tidak berubah hanya saja terjadi perubahan pola hujan. Mereka meyakini jumlah hujan yang turun setiap tahunnya sama, tetapi terkadang hujan banyak turun di waktu tertentu, dan sedikit (intensitasnya) pada waktu tertentu pula. Bahasa lainnya ada yang menganalogikan misalnya jumlah hujan lima liter, nah tergantung 5 liter itu turun kapan.
Di sebagian petani yang lain meyakini bahwa perubahan iklim terjadi terutama pada tahun 2022. Terjadinya hujan ‘salah mongso’ menjadi salah satu tandanya. Ketika kemarau, terjadi hujan dengan intensitas tinggi sehingga produksi bawang merah dan panennya tidak optimal sebagaimana biasanya. Padahal apabila melihat record data dari BMKG, pada kurun 5 tahun terakhir sudah terjadi variabilitas iklim ditandai dengan curah hujan intensitas tinggi, diatas normal curah hujan 30 tahun.
Dalam kurun waktu tersebut bisa saja terjadi bencana versi akademisi tetapi tidak bagi petani. Petani identik dengan sifat nrimo yang membuat mereka tidak berlarut-larut dalam kegagalan dan lebih memilih untuk menatap ke depan. Hal ini bagus dari sisi motivasi tetapi sejatinya ini bisa membuat petani rentan terhadap kesiapsiagaan menghadapi bencana.
Memaknai Bencana
Bencana sendiri memiliki arti yang sangat umum. BNPB sendiri menyatakan bahwa bencana merupakanperistiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban. Mulai dari korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologi Dari sini pemaknaan bencana yang beragam tentu akan menimbulkan konsekuensi terkait adaptasi dan mitigasi terhadap bencana tersebut.
Hal ini seperti yang diungkap Wahyuni (2022) sesuatu yang bagi pemaknaan umum akademis dan memenuhi syarat sebagai ‘bencana’ bisa saja ditolak dan masyarakat lokal tidak memaknainya sebagai bencana karena adanya beragam alasan tertentu. Pemaknaan ini akan memberikan konsekuensi lanjut yaitu menggangp bencana menjadi sesuatu yang terlanjur ‘biasa’ dan tak dapat dihindarkan terulang terus-menerus hingga beberapa generasi. Tentu hal ini akan membuat petani semakin rentan dalam menghadapi bencana terutama perubahan iklim.
Petani sudah mendapatkan berbagai sosialisasi terkait bencana (meskipun jarang) dan pernah mengikuti sekolah lapang iklim. Namun kualitas komunikasi melalui berbagai kanal perlu lebih intens. Tidak bisa sekali dua kali sosialisasi dapat membangkitkan kesadaran petani terkait pemaknaan apa yang sedang terjadi dan bagaimana wujud mitigasi serta adaptasinya. Kampus dapat menerjunkan mahasiswa KKN untuk memasifkan segala hal terkait perubahan iklim. Berbagai instansi mulai dari BPBD, BMKG, Dinas/instansi pertanian, serta stakeholders lainnya juga perlu secara periodik mengedukasi masyarakat bahwa bencana khususnya perubahan iklim perlu menjadi perhatian petani.