Pukul 06.32 mobil melaju dari Sofifi menuju Gane Timur, Halmahera Selatan. Rencana kami, Jumatan dilakukan di Weda Selatan, Halmahera Tengah. Sebab kami ada janji dengan pihak terkait di sana lepas Jumat. Di mobil yang kami tumpangi terdapat enam penumpang, termasuk dua tamu dari Jawa. Selain full muatan penumpang turut kami bawa benih sejumlah 20 kg sebagai amunisi untuk diserahkan kepada petani. Ada yang unik pada perjalanan kali ini, semuanya yang di mobil berlum pernah Desa Sumber Makmur yang akan menjadi tujuan pertama.
Pukul 06.32 mobil melaju dari Sofifi menuju Gane Timur, Halmahera Selatan. Rencana kami, Jumatan dilakukan di Weda Selatan, Halmahera Tengah. Sebab kami ada janji dengan pihak terkait di sana lepas Jumat. Di mobil yang kami tumpangi terdapat enam penumpang, termasuk dua tamu dari Jawa. Selain full muatan penumpang turut kami bawa benih sejumlah 20 kg sebagai amunisi untuk diserahkan kepada petani. Ada yang unik pada perjalanan kali ini, semuanya yang di mobil berlum pernah Desa Sumber Makmur yang akan menjadi tujuan pertama.
Hanya berbekal google maps dan janjian dengan narahubung kami menyusuri jalanan. Perkiraan awal kami akan sampai jam 10.00 WIT, tapi nyatanya jam 09.50 an kami baru sampai persimpangan antara jalan poros menuju ke Desa Sumber Makmur. Estimasi awal 30 menit sampai ke desa tersebut. Namun ternyata perlu 45 menit kami menyusuri jalan tak beraspal dengan kontur tidak rata. Kondisi tersebut yang pada akhirnya membuat ban depan sebelah kanan harus diganti. Kejadian ini terjadi pas arah kembali dari Sumber Makmur.
Sebagai gambaran, Desa Sumber Makmur merupakan wilayah transmigrasi masyarakat Jawa (Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat). Menurut penuturan warga, gelombang transmigran awal terjadi pada 1994-1995. Lokasi ini berjarak 4.5 jam dari Sofifi. Untuk menuju wilayah ini perlu melewati Kabupaten Halmahera Tengah. Apabila dilihat lebih lanjut perjalan ini merupakan perjalanan dari belahan bumi utara menuju belahan bumi selatan. Sebab kami melewati garis khatulistiwa.
Mayoritas masyarakat Sumber Makmur merupakan petani, sebagaimana kebanyakan transmigran lainnya. Lahan sawah baru dicetak tahun 2009. Mungkin kebayang bagaimana petani selama 14 tahun dari sebelum sawah dicetak apa mata pencahariannya. Ya barangkali tanaman-tanaman sayuran, umbi, dan jagung yang ditanam diareal yang telah dibuka (yang sebelumnya hutan).Ketika memasuki desa ini kesan sentuhan pembangunan terasa belum maksimal meski sudah dibuka nyaris 30 tahun yang lalu. Jalanan masuk saja sejauh 40 menit perjalanan masih didominasi tanah. Apabila hujan tentu jarak tempuh akan semakin lama dan hanya kendaraan khusus yang mampu melewati. Beberapa bangunan dibiarkan mangkrak. Belum lagi sinyal telekomunikasi yang susah. Hanya beberapa titik saja lokasi yang bisa dijangkau akses data seluler.
Ketika memasuki desa ini kesan sentuhan pembangunan terasa belum maksimal meski sudah dibuka nyaris 30 tahun yang lalu. Jalanan masuk saja sejauh 40 menit perjalanan masih didominasi tanah. Apabila hujan tentu jarak tempuh akan semakin lama dan hanya kendaraan khusus yang mampu melewati. Beberapa bangunan dibiarkan mangkrak. Belum lagi sinyal telekomunikasi yang susah. Hanya beberapa titik saja lokasi yang bisa dijangkau akses data seluler.
Persoalan lainnya adalah dua bendungan yang dibangun tak kunjung tuntas. Padahal dari bendungan ini, masyarakat memiliki harapan terkait budidaya yang mereka lakukan. Setidaknya lahan pertanian ditanami padi setahun sekali mengandalkan hujan (sawah tadah hujan). Adanya bendungan sejatinya menjadi tumpuan agar lahan dapat digarap lebih dari dua kali. Namun, keterbatasan air permukaan ditambah lagi pola hujan yang tak menentu membuat petani kewalahan.
Ada lahan-lahan yang dibiarkan bongkor, rerumputan dibiarkan tumbuh. Dilihat dari pertumbuhan rumput setidaknya dua tahun lahan tersebut tidak digarap. Ada juga petani yang mengandalkan genangan air untuk menanam sayuran. Yang memiliki modal dapat mengakses sumur dalam. Kenapa harus bermodal? Sebab harga bbm di sini cukup tinggi sekitar 18-19 ribu/liter. Di Sofifi saja sekitaran 13-14 ribu.
Ada lahan-lahan yang dibiarkan bongkor, rerumputan dibiarkan tumbuh. Dilihat dari pertumbuhan rumput setidaknya dua tahun lahan tersebut tidak digarap. Ada juga petani yang mengandalkan genangan air untuk menanam sayuran. Yang memiliki modal dapat mengakses sumur dalam. Kenapa harus bermodal? Sebab harga bbm di sini cukup tinggi sekitar 18-19 ribu/liter. Di Sofifi saja sekitaran 13-14 ribu.Ada lahan-lahan yang dibiarkan bongkor, rerumputan dibiarkan tumbuh. Dilihat dari pertumbuhan rumput setidaknya dua tahun lahan tersebut tidak digarap. Ada juga petani yang mengandalkan genangan air untuk menanam sayuran. Yang memiliki modal dapat mengakses sumur dalam. Kenapa harus bermodal? Sebab harga bbm di sini cukup tinggi sekitar 18-19 ribu/liter. Di Sofifi saja sekitaran 13-14 ribu.
Namun meski masih dalam keterbatasan, semangat berjuang mereka begitu tinggi. Seorang warga menceritakan bahwa beberapa kali dilakukan kegiatan panen bersama pejabat. Termasuk dengan Bupati pada kuartal terakhir 2023 yang lalu. Bahkan menurut ybs, pada waktu tersebut 15-20 ton beras hasil panen dikirim ke Pulau Bacan. Pemda pun ternyata memberikan dukungab saprodi mulai benih hingga pestisida.
Sumber Makmur mengingatkan saya pada Desa Makarti di Kao Barat. Akses dari jalan poros nyaris sama, 40 an menit. Namun Makarti saat ini lebih kondusif dari akses baik jalanan maupun telekomunikasi.
Barangkali agar Sumber Makmur benar-benar makmur perlu dimulai dari infrastruktur jalan, telekomunikasi, serta irigasi. Ketiganya bisa memberikan multiplier effect terhadap bangkitnya pertanian di Sumber Makmur, termasuk arus logistik baik saprodi maupun hasil pertanian. Apalagi saat ini adanya pertambangan di Halmahera Tengah turut mendorong tingginya permintaan pangan, khususnya produk hortikultura. Dengan perbaikan berbagai infrastuktur tadi, diharapkan produksi dan pasokan pangan ke luar dapat meningkat yang pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan.