Kapal sudah tersedia di dermaga, navigator sudah siap, tinggal menunggu nahkoda naik ke kapal untuk berlayar. Kiasan tersebut saya sampaikan kepada kawan yang masih bimbang melangkah (untuk bimbingan). Memang bimbang itu banyak sebab tetapi terkadang kebimbangan akan sirna ketika berani (segera) maju.
Saya ingat akhir Desember, tepatnya 10 tahun lalu. Ketika pembimbing utama meminta saya untuk seminar hasil pekan depan. Saya jawab kurang lebih: “wah saya belum siap Pak”. Kemudian pembimbing menyampaikan “lha terus kapan siapnya” sambil memberikan kalimat wejangan sakti. Langsung seketika itu juga saya bilang: “kalo begitu saya siap pekan depan seminr hasil”.
Memang terkadang kita sudah khawatir duluan. Termasuk terlalu mendramatisir alias overthinking. Belum lagi ada bumbu-bumbu dari senior bahwa dosen tersebut begini begini yang membuat adik tingkat keder duluan. Padahal ya tidak demikian juga. Apabila ada stigma negatif terhadap dosen dalam hal bimbingan nampaknya lebih ke bagaimana si mahasiswa menempatkan diri. Attitude nya bagaimana, semangatnya bagaimana, termasuk cara komunikasi. Oleh sebab itu penting memberikan kesan baik. Tidak hanya ke dosen tapi semua orang.
Saya ibaratkan mahasiswa sebagai nahkoda. Pembimbing sebagai navigator. Semoga analogi yang tepat atau hampir tepat. Saya ingat pesan pembimbing bahwa: yang ‘memiliki penelitian itu mahasiswa, sedangkan dosen yang akan membantu mengarahkan.
Tentu mahasiswa memiliki tujuan atau arah berlayar. Ibarat dari Tanjung Priok, Jakarta kapal akan dilayarkan ke mana? Apakah ke Bengkulu, Makassar, Ternate, Surabaya, atau yang lain. Jauh dekat bukan yang utama. Bisa jadi Jakarta-Bengkulu via laut lebih menantang daripada Jakarta-Makassar. Secara jarak memang ke Bengkulu lebih dekat. Namun gelombang samuderanya bisa jadi lebih besar daripada gelombang Laut Jawa dan Selat Makassar.
Tinggi rendahnya gelombang kadang bisa diprediksi, kadang juga tidak. Semacam ada ketidakpastian (uncertainty) mengingat pola cuaca sekarang mudah berubah. Namun sebagai nahkoda kita dituntut memiliki agility. Agility adalah kemampuan seseorang beradaptasi dengan cepat sesuai tuntutan lingkungannya. Agility penting guna mempermudah orientasi dan menavigasi ke arah mana melangkah.
Kunci untuk memiliki agility ya berani mencoba. Berani segera naik dan berlayar serta berkembang. Tidak berlama-lama di dermaga. Mengingat waktu terus berjalan dan ada batasnya. Tak perlu risau apabila merasa sebagai nahkoda yang minim pengalaman. Toh dalam pelayaran ada navigator.
Belum lagi perkembangan teknologi saat ini sangat memudahkan diri dalam mendapatkan informasi. Kecakapan dalam pemanfaatan berbagai teknologi merupakan wujud dalam self development yang merupakan kunci agility. Mengutip Luhmann dalam Buku Ecological Communication disebutkan bahwa adanya persoalan/tantangan disekitar kita menuntut menyusun kapasitas diri untuk memproses suatu informasi.
Terkadang nahkoda dapat berbagai informasi yang dicari sendiri maupun dari navigator. Jangan terlalu lama berpikir agar kapal tidak gampang karam atau kandas. Segera respons agar selamat.
Terakhir, terkadang jalur yang dilewati nahkoda bukan jalur normal. Tapi ya begitulah dinamikanya, yang penting selamat. Tak perlu ragu untuk segera berlayar. Selain ada navigator ada juga kapal-kapal lain (ada teman, Google, Mendeley, Elsevier, Publish or Perish, DeepL Translate, Canva, Youtube) yang siap membantu meskipun satu jalur pelayaran atau beda jalur pelayaran.
Karanganyar, 24/12/20022 Jam 7.30