Judul tersebut terinspirasi buku karya Prof Hermin Indah Wahyuni, Guru Besar Fisipol UGM. Namun disini tidak akan menyinggung buku tersebut. Apalagi mereview buku tersebut. Yang jelas buku tersebut menarik untuk teman-teman miliki dan baca.
Judul tersebut saya pilih karena dua hal. Meme dari twitterland serta adanya kegundahan sebagian teman dalam berkomunikasi dengan dosen. Khususnya komunikasi via platform WhatsApp (WA).
Ada dua hal yang saya tangkap ketika mahasiswa me-WhatsApp (selanjutnya disingkat WA) dosen. Pertama ragu dalam memilih diksi untuk menulis narasi. Kedua kekhawatiran tidak dibalas, termasuk sudah dibaca tapi belum dibalas.
Berdasarkan pengalaman pribadi dan kolega, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi melalui WA. Baik itu dengan dosen maupun kolega. Berikut diantaranya:
Pertama, memiliki empati. Bahwa mitra komunikasi adalah sosok yang memiliki beragam aktivitas. Dosen tidak hanya membimbing tetapi juga mengajar, penelitian, pengabdian, serta mengerjakan berbagai pekerjaan administratif. Bahkan ada juga yang menjadi pejabat di kampus. Serta sebagian juga sudah berkeluarga. Tentunya beliau-beliau memiliki batasan-batasan kapan waktu membalas pesan dan kapan tidak (belum). Bisa jadi beliau-beliau membalas pesan ketika jam kerja saja. Di luar tersebut waktu dengan keluarga.
Kedua, sadar diri. Ada pepatah jawa “wong nandur pasti ngunduh”. Orang yang menanam pasti menuai. Mari berintrospeksi, ada berapa pihak yang dahulu atau saat ini ketika me-WA tidak segera direspons atau bahkan lupa direspons. Apakah karena benar-benar sibuk, atau karena ada faktor pribadi yang membuat pesan tersebut tidak segera dibalas.
Beberapa teman beralasan telat balas pesan karena pesan tertumpuk dengan berbagai pesan yang lain. Nah ini mungkin yang perlu dievaluasi. Seringkali kita membiarkan berbagai pesan terutama dari grup menumpuk tidak segera dibaca. Akibatnya ketika ada pesan secara personal dari berbagai kolega berpotensi tidak segera dibalas. Bisa jadi sosok tersebut memerlukan segera jawaban tapi sungkan untuk me-WA berkali-kali sebelum pesan yang awal dibalas.
Saya sarankan sebisa mungkin buka berbagai pesan yang masuk di grup. Saya rasa tidak semua pesan di grup harus benar-benar dibaca. Karena tidak semua grup yang diikuti benar-benar grup yang kita anggap penting. Beberapa grup sekadar grup ber-haha-hihi.
Penting juga menandai grup-grup mana yang penting. Misalnya grup keluarga, grup kelas, grup angkatan, serta grup pekerjaan. Grup-grup tersebut menjadi prioritas untuk membuka (dan membaca) berbagai pesan yang masuk.
Ada dua kejadian yang saya anggap bertolak belakang. Pernah suatu ketika melihat teman saat share screen tampak pesan yang belum dibaca di WA-nya hingga ribuan. Disisi lain pernah ada beberapa dosen yang ketika share screen tampak pesan di WA yang belum dibalas hanya kisaran belasan. Dari situ saya yakin bahwa pesan kita ke dosen umumnya akan dibaca. Untuk balasannya bisa jadi perlu waktu. Apalagi terkait dengan bimbingan tugas akhir, bisa jadi beliau perlu waktu agak lama dalam membalas karena sedang mencari solusi/ jalan keluar terhadap apa yang dikonsultasikan.
Ketiga, memperhatikan waktu. Dalam meng-WA sebaiknya dilakukan saat hari dan jam kerja. Kecuali memang di awal diperbolehkan berkomunikasi di luar hari kerja, misalnya weekend. Beberapa dosen terkadang membalas pesan tengah malam, nah disini kita perlu bijak-bijak apakah pesan tersebut langsung dibalas. Atau besoknya setelah subuh atau pas jam kerja.
Keempat, memberikan jeda. Seringkali apabila pesan tidak segera direspons, ada keinginan segera mengingatkan dengan mengirim pesan yang sejenis pada hari atau beberapa hari berikutnya. Baiknya diberi jeda waktu, misalnya seminggu. Apabila dalam seminggu belum dibalas jeda interval menjadi 10-14 hari.
Terakhir, buat pesan secara singkat. Seringkali kita berusaha membuat penjelasan di WA yang berpotensi kalimat yang digunakan tidak efektif sehingga memicu salah tafsir. Baiknya buat pesan secara ringkas. Bisa dengan awalan salam dan perkenalkan diri apabila baru pertama kali. Kemudian menggunakan kata “mohon izin” diteruskan dengan penyampaian maksud/informasi. Kemudian diakhiri dengan ucapan terima kasih dan atau salam.
Misalnya:
Assalamu’alaykum Bapak/Ibu XYZ
Semoga senantiasa sehat
Mohon izin Bapak/Ibu XYZ, terkait dengan draft yang telah saya kirimkan beberapa waktu lalu mohon arahan waktu untuk bimbingan lebih lanjut.
Atas perhatian Bapak/Ibu XYZ, saya sampaikan terima kasih
Dalam membalas pesan usahakan menjadi yang terakhir. Misalnya ditutup dengan kata ‘terima kasih’ atas jawaban beliau sebelumnya. Atau apabila beliau sudah ‘menutup’ dengan kata terima kasih dibalas lagi dengan kata “sama-sama”, “sami-sami”, atau sejenisnya. Bisa jadi dari teman-teman ada tips lainnya. Silakan dibagi di kolom komentar agar semakin bermanfaat buat pembaca.