Hari ini tanggal 29 di bulan Februari. Waktu yang hanya terjadi dalam kurun empat tahun sekali. Agak spesial sampai-sampai kawan SMA mencoba mengabsen friendlist nya yang lahir pada 29 Februari
Bulan ini bagi saya juga menarik. Disaat makin tenggelam dengan dunia administrasi, dapat jawilan dari kolega untuk mendiskusikan tentang ke-Maluku Utara-an. Ya saya coba mengangkat persoalan di sini agar diungkit/diteliti kolega di almamater.
Sebenarnya tidak sebatas itu juga. Enam bulan pasca balik tugas belajar rasa-rasanya makin sibuk dengan birokrasi yang ditandai dengan banyaknya urusan administrasi. Di sisi lain saya juga ada keinginan diskusi-diskusi akademik secara konsisten selalu ada. Transformasi lembaga dari penelitian ke standardisasi rasa-rasanya mengaburkan aspek penelitian. Meski sebagian orang mendebatnya bahwa standardisasi lebih dari sekadar penelitian.
Ya memang sih meski menjadi badan standardiasi pada akar rumput/daerah masih seringkali tercampur nilai-nilai penelitian di setiap kegiatan yang dilakukan. Ini bisa sebagai bagian belum move on nya orang-orang di lembaga ini atau bahkan masih perlu internalisasi lembaga.
Kadang ada yang unik juga ketika diskusi: kalo sudah kita dorong petani/lembaga nya memiliki produk berstandar bahkan SNI apakah ada jaminan harganya akan lebih baik dibanding produk konvensional? Temuan di lapangan menyatakan memang harga lebih baik tapi aspek keberlanjutan yang jadi soal.
Sebab untuk tetap memiliki sertifikat harus ada maintenace/sertifikasi kembali dengan biaya bagi sebagian kelompok tidak murah. Nah tentu disini timbul tantangan yang harus diatasi