Sehabis Isya tadi ada janjian dengan teknisi PS. Sejak hari Senin lalu PS yang menjadi supporting system selama perkuliahan mendadak BLOD, Blue Light of Death. Padahal baru dibelikan FIFA 23.
Singkat cerita ketika menuju rumah teknisi PS, baru satu km dari rumah melihat seorang bapak dengan dagangan opak di tepi jalan. Posisi yang menurut saya kurang strategis: tempat remang-remang dan jalanan yang tidak terlalu ramai. Belum lagi cuaca dingin selepas hujan. Mungkin si Bapak punya pertimbangan lain mengapa memilih tempat tersebut. Termasuk mengapa lepas jam 20.00 an masih jualan.
Pas balik dari teknisi PS, ternyata bapak tersebut belum beranjak dari tempatnya. Saya amati beliau, dengan dinginnya malam beliau tidak mengenakan jaket.Namun beliau tetap bermasker. Pas disamperin harga opak yang dijualnya Rp. 10.000,-. Dan perlu waktu 2-3 hari agar dagangan tersebut habis dan beliau pulang ke Blora, kota kecil yang berjarak empat jam perjalanan dari Ungaran. Kalau beliau naik kendaraan umum bisa lebih lama lagi.
Pas ditanya selama menunggu jualan habis tidur dimana, beliau jawab tidur di masjid. Penjual opak tersebut salah satu contoh kekuatan tekad. Beliau bisa saja istirahat lebih cepat untuk tidur dan lanjut jualan lagi. Namun waktu terus berjalan, bisa jadi keluarga di rumah sudah menunggu kepulangan sosok suami sekaligus bapak bagi anak-anaknya. Belum lagi apabila opak tidak cepat terjual berpotensi kurang renyah alias kriuk-kriuk.
Teladan diatas bisa menjadi autokritik buat diri saya yang masih sering menunda pekerjaan. Saya jadi ingat caption di instagram bahwa “harga yang harus kita bayar atas waktu yang kita sia-siakan saat menunda pekerjaan adalah kehidupan serta mimpi-mimpi yang seharusnya kita capai”. Si penjual opak tidak menunda-nunda pekerjaan bisa jadi ada mimpi beliau, keluarga, maupun anak-anaknya yang ingin dicapai melalui perantara kerja keras dari si bapak.
Begitu pula sebagai mahasiswa tentu kita memiliki berbagai mimpi. Baik mimpi pribadi maupun impian keluarga. Belum lagi orang tua sudah bercerita kepada tetangga atau keluarga besar bahwa anaknya lanjut pendidikan di kota dan kampus terbaik. Jangan sampai penundaan yang kita lakukan menjadi penghambat bagi mimpi pribadi maupun orang tua.
Bisa jadi kita berekspektasi setelah lulus menjadi sosok yang mampu menggerakkan orang lain (memberdayakan masyarakat). Namun akan ironis ketika mimpi tersebut tidak diimbangi dengan kekuatan untuk memberdayakan diri sendiri. Jadi sebelum memberdayakan orang lain, maka berdayakan diri agar tidak malas (menunda-nunda pekerjaan). Bukannya pemberdayaan merupakan bagian dari pembangunan. Serta pembangunan bermakna menjadikan kehidupan yang lebih baik, termasuk kehidupan sendiri.
Ungaran, 10 November 2022. Jam 21.30.