Mendengar kata bahagia jadi ingat dengan nama saudara dari istri, Bahagia. Dokter yang tinggal dan praktik di Aceh. Pernah sekali ke rumahnya pada 2017 silam.
Bahagia merupakan tujuan nyaris semua orang. Masing-masing orang bergerak untuk mencapai tujuan. Bahagia merupakan ujung tujuan tersebut. Seseorang rela belajar maupun bekerja keras agar memiliki modal yang mengantar kepada kebahagiaan.
Seorang pelayar rela berbulan-bulan meninggalkan keluarga. Menerjang gelombang dan badai dengan tujuan membahagiakan orang-orang terdekatnya. Seorang pemuda rela belajar untuk mendapatkan sesuatu agar ke depannya bahagia. Kenapa sesuatu? Ya karna masing-masing pelajar tujuan ketika belajar. Tidak melulu soal ilmu maupun ijazah, bisa juga tentang relasi.
Seorang petani memiliki lahan yang ditanami padi. Lahan terletak di lereng pegunungan yang pemandangan indah. Mirip seperti gambar dua gunung yang dahulu sering kita gambar. Suatu ketika ketika anaknya kuliah, si anak memilih universitas di salah satu kota besar. Untuk membiayai sekolah si anak, petani tersebut rela menjual 1/3 ha lahan yang dimilikinya.
Seiring berjalannya waktu si anak lulus dan bekerja. Si anak bekerja pagi siang bahkan malam untuk mendapatkan modal untuk tahap kehidupan selanjutnya. Si anak tersebut akhirnya menjadi sosok suami dan ayah bagi keluarga kecilnya.
Setiap pekan keluarga kecil tersebut melakukan perjalanan keluar kota. Bermacet-macet agar sampai Puncak. Di Puncak mereka menikmati pemandangan dan suasana khas pedesaan. Ahad sore mereka bermacet-macet untuk kembali ke Jakarta.
Kebiasan berlibur terus dilakukan sebagai bagian untuk memberikan kesehatan jiwa. Tak terasa 40 tahun berlalu. Si anak sudah sudah menjadi kakek yang menjalani masa pensiun. Karena kesenangannya dengan alam, maka diputuskan semua aset yang ada di kota dijual untuk dibelikan tanah di pedesaan. Menikmati masa tua dengan menjauh dari hingar bingar kota.
Cerita diatas hanya ilustrasi. Banyak orang menempuh jalan berliku untuk kembali ke titik yang sama. Tidak ada yang salah, tentu masing-masing orang sudah mempertimbangkan berbagai langkah dalam kehidupannya. Sebagaimana banyak jalan menuju bahagia, banyak juga definisi dan representasi dari bahagia.
Seorang kakek yang memainkan hp jadulnya untuk memotret cucu tentu bisa dinilai bahagia. Seorang kaya raya yang mampu melakukan perjalanan keluar negeri setiap bulan juga (mungkin) dianggap bahagia. Setiap orang memiliki perspektif terhadap sesuatu yang membuat bahagia.
Seringkali kita melihat berbagai model manusia menempuh berbagai jalan untuk mencapai kebahagiaan, termasuk jalan maksiat. Mereka ingin menentramkan hati, membuat pikiran tenang, menghilangkan kesedihan dan gundah gulana namun salah jalan. Saya jadi ingat nasehat dari ulama bahwa kebahagiaan itu apa-apa yang membuat hati lapang dan jiwa tenang. Sederhana namun mengena. Semoga Allah senantiasa menuntun kita untuk mendapatkan kebahagiaan yang sejati.