Terkadang sebagian dari kita pas dalam perjalanan menginginkan sesuatu, misalnya makan makanan A. Nah sepanjang perjalanan ada beberapa warung yang menyediakan makanan A. Tapi ada kebingungan pas mau menentukan makan dimana hingga pada akhirnya sudah sampai rumah
Semacam kehilangan momentum untuk sekedar makan dan memberikan manfaat kepada penjual terhadap apa yang kita makan. Seperti halnya sedekah, misalnya punya niat bulan/ minggu ini mau kirim donasi sebesar X rupiah. Niat dan duit sudah ada tetapi ketika menunda-nunda/ tidak bersegera makan bisa jadi uang yang awalnya diniatkan untuk sedekah malah terbelanjakan dalam bentuk lain, buat beli barang misalnya.
Begitu pentingnya momentum itu. Momentum tidak datang setiap waktu, kedatangannya seringkali tidak terduga atau bisa dibilang ghaib, tidak tahu kapan datangnya. ‘Hilang’ nya pun juga tidak diketahui kapan.
____________
“Sudah, duit bisa dicari”, kata-kata yang beberapa kali saya dengar dari senior-senior saya. Termasuk ketika saya bahas tentang mudik lebaran, senior ada yang bilang intinya ‘kamu kudu pulang, duit bisa dicari’. Minggu kemarin teman saya pulang untuk melihat momen kelahiran anak keduanya. Ya bisa disimpulkan momen = duit atau bahasa halusnya ‘nilai’. Entah itu nilai yang didapatkan atau nilai yang dikeluarkan. Dan nilai itu tidak harus berwujud ‘nominal’, tetapi bisa dalam arti ‘kepuasan, kesenangan, dan sebagainya’.
Memang benar duit itu bisa dicari tetapi tidak begitu dengan momen. Sebagian dari kita ada yang sering menghitung potensi duit yang didapatkan pada beberapa waktu ke depan berapa tetapi ketika menoleh kebelakang ‘duh duitku kok gari sitik yo, entek nyandi wae (duit kok tinggal sedikit, habis kemana aja). Wajarlah orang ‘tipe itungan’ kaya’ gini. Tetapi ada juga orang yang ambil pusing terhadap duit yang akan didapatkan dan yang keluar. Kata orang ‘rejeki sudah ada yang ngatur dan hakikatnya bukan apa yang kita simpan tetapi apa yang kita berikan’.
Rejeki sudah ada yang ngatur? Benar. Lihat saja di ruas jalan A ada berapa banyak penjual mie ayam. Masing-masing penjual tidak bisa dengan pasti tahu yang akan datang ke warungnya siapa saja. Calon pembeli pun juga pada dasarnya dia tidak tahu makan diwarung nomor satu, padahal ada tujuh warung mie ayam disitu. Tapi perlu yakin ‘ada yang menggerakan calon pembeli’ untuk beli di warung nomor satu.
___________
Bagi sebagian teman saya perjalanan ke Jawa mereka dapatkan secara tiba-tiba, termasuk yang pernah saya alami. Jumat ada email masuk, jelas ditujukkan ke siapa dan satu orang kudu berangkat. Eh tidak tahunya saya kebawa-bawa juga buat berangkat. Ada momentum….’dapat’ perjalanan dinas ke Jawa sekalian pulang ke rumah.
Bagi sebagian besar kawan yang masih punya orang tua di Jawa setiap kali tugas ke Jakarta/Bogor merupakan momen yang tepat buat mengunjungi keluarga. Termasuk kawan saya dari Riau yang pas tugas di Bogor sekalian ‘mampir’ ke Pati. Secara matematis memang sih ‘perlu keluar nominal’. Tetapi ketemu orang tua saya rasa ‘nilai nya tidak bisa dinominalkan.
Ketemu dengan sosok yang bersusah payah membesarkan kita hingga dewasa eh ketika sudah dewasa malah porsi perhatiannya lebih besar kepada anak orang dan anaknya (kalau sudah berkeluarga). Sehingga momen bertemu dengan orang tua bagi para perantau yang sudah berkeluarga itu tak ternilai.
Saya punya kawan yang kebetulan suami istri dan sudah beranak tiga. Lebaran ini rencana pulang dan minimal perlu 35 juta buat transportasi dll. Untuk PNS 35 juta bukanlah uang yang sedikit. Uang 35 juta cuma buat bertemu dengan orang tua dan keluarga. Mungkin bagi sebagian orang hal ini kelihatan ‘eman’ tetapi sekali lagi momen itu tak bisa dinilai dengan duit.
Sebelum terlambat
Momentum itu ada batasannya, yaitu umur. Setelah umur ‘habis’ momentum tidak bakal lagi ada atau datang. Termasuk momentum bertemu dengan orang yang kita kasihi. Entah itu kitanya yang mendahului atau orang tua yang mendahului.
Mungkin ada juga yang berpendapat, ‘ah buat apa saya pulang, toh setiap hari saya telpon orang tua mengabarkan diri dan orang tua bilang baik-baik saja tuh’. Jawaban yang egois. Kita tidak tahu fakta sebenarnya dalam pembicaraan telepon. Bisa jadi orang tua tidak mengabarkan yang sebenarnya terjadi agar kita tenang.
Begitu pula sebaliknya, kita tidak mengabarkan yang sebenarnya agar orang tua tidak ‘kepikiran kita’. Padahal bisa jadi uban Ibu makin bertambah, kulit beliau makin berkerut, asam urat sering menyerang, dan sebagainya. Begitu pula orang tua juga tidak tahu kita secara sebenar-benarnya. Apakah baik-baik saja, apakah benar-benar gemuk atau malah makin kurusan, dan sejenisnya.
Karena sejujurnya pertemuan dengan orang tua itu akan menimbulkan kebahagian bagi kedua belah pihak. Orang tua senang kita lancar mengirimkan uang bulanan secara rutin, tetapi kalau boleh dan bisa memilih saya yakin beliau lebih memilih bertemu anaknya secara langsung daripada sekedar uang bulanan.
Karena pada hakikatnya ada banyak yang ingin orang tua sampaikan, ceritakan, bahkan mendengarkan cerita anaknya. Bagaimana kondisi di rantau, sudah ada calon kah, disana bagaimana teman-temannya, dan cerita lainnya.
Apalagi bagi orang tua yang sepuh yang anak-anaknya pada merantau semua, tidak ada seorang pun yang tinggal serumah dengan beliau. Kehadiran anak pun sangat diharapkan.
Saya punya simbah putri yang sudah sepuh, hidup sendiri di rumah joglo peninggalan simbah kakung yang sudah tiada. Sebenarnya budhe-budhe saya ada yang tinggal di dekat rumah simbah. Tetapi entah kenapa saya yang diminta untuk mendengarkan cerita-cerita beliau, ‘udarasa’ beliau disampaikan ke saya. Ndak cuma sekali, tetapi berkali-kali. Dari sini saya simbulkan, semakin lanjut usia seseorang sebenarnya teman berbicara lah yang diperlukannya. Dan sebaik-baik teman bicara adalah anaknya.
Kehadiran seorang anak itu penting, mengapa? Karena dari kecil hingga dewasa dibesarkannya tetapi ketika sudah dewasa membesarkan anak orang lain juga anaknya. Berbahagialah seorang anak yang bisa selalu dekat dengan orang tua. Pintu-pintu kebaikan akan selalu ada. Begitu pula yang ‘jauh’, pintu-pintu kebaikan tetap ada, tinggal bagaimana memanfaatkan momentum tersebut.
*Tulisan lama yang pernah ditulis di Kusu, 15-5-2015 14.36 LT