Pekan ini fenomena bubble burst tengah dihadapi dunia startup. Ratusan karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Sebelumnya nilai crypto sempat anjlok. Termasuk yang terjadi pada Bitcoin, Ethereum, dan Terra Luna. Yang terakhir bahkan anjlok hingga 98%.
Tentunya fenomena tersebut akan memberikan dampak secara ekonomi. Minimal dalam lingkup keluarga. Bisa jadi yang kena PHK merupakan orang-orang yang akan menikah bulan depan, persiapan kehadiran anggota keluarga baru, sedang mencicil rumah, juga mempunyai kebutuhan mendesak lainnya.
Orang awam seperti saya di awal juga kaget dan heran dengan dunia startup terutama yang terus-terusan bakar uang. Potongan harga hingga gratis ongkir tersebut digunakan untuk membuat orang bergerak berbelanja. Belum lagi nominal pendapatan dari para karyawan yang nampaknya sudah dua digit.
Namun kembali lagi kita harus siap menghadapi ketidakpastian kedepan. ASN yang digadang-gadang sebagai profesi yang paling stabil dihadapkan juga dengan rencana menggantinya dengan robot Artificial Intelligence (AI). Rencana ini tidak bisa dipandang sebelah mana, cepat atau lambat bisa jadi beberapa layanan yang dilakukan ASN akan digantikan dengan robot.
Disisi lain indeks harga pangan dunia menurut FAO pada Maret 2022 (level 159,3) berada di angkat tertinggi sejak 1990. Apabila dibandingkan dengan akhir tahun 2021, indeks pangan dunia meningkat 19,15%. Di Indonesia sendiri harga minyak goreng juga belum begitu stabil. Belum lagi dengan mewabahnya penyakit mulut dan kuku (PMK). Kemudian juga dampak perubahan iklim semakin membuat ketidakpastian di masa depan.
Tantangan-tantangan tersebut sejatinya merupakan bagian dari risiko. Menurut Giddens (2002) risiko merujuk pada “bahaya yang dinilai secara aktif dalam kaitannya dengan kemungkinan masa depan”. Risiko berbeda dari bahaya. Risiko adalah akibat yang dapat dikontrol, sedangkan bahaya adalah akibat yang tidak dapat dikontrol (Beck, 1992). Bahaya perlu dihindari, tetapi risiko tidak perlu ditakuti.
Manusia sebagai individu dan kelompok perlu mengorganisasi kehidupan sosial dalam menghadapi dunia yang serba tidak menentu. Kita perlu memetakanmasa depan dan menavigasi ke arah mana kita akan melangkah. Dalam rangka menghadapi berbagai risiko tersebut peningkatan kapasitas diri menjadi salah satu kunci.
Kita tidak bisa hanya mengandalkan satu kemampuan saja menghadapi ketidakpastian masa depan. Seorang programmer yang memiliki kemampuan bercocok tanam tentunya akan lebih adaptif dalam menghadapi ketidakpastian. Mahasiswa ilmu sosial yang memiliki skill desain tentunya akan lebih siap menghadapi tantangan ke depan.
Berbagai pelatihan saat ini mudah diakses. Mulai dari yang gratis dan berbayar. Dari yang puluhan ribu hingga jutaan. Warrenn Buffett pernah berkata bahwa investasi terbaik yang adalah investasi pada diri sendiri. Termasuk juga investasi leher ke atas (otak).
Selain itu investasi sosial juga perlu dilakukan dengan menambah relasi dan jaringan. Hubungan baik dengan orang tentunya akan membuka peluang kerjasama, karir, serta tukar ide. Yang paling penting juga investasi spiritual. Di era yang tidak pasti ini tentunya masih ada yang pasti, yaitu mati. Kita juga perlu memikirkan apa saja yang kita upayakan untuk menyongsong masa depan yang sebenarnya.