Sebagai wilayah kepulauan, konektivitas antar wilayah menjadi tantangan utama. Inilah yang dialami ketika memutuskan perlu adanya supervisi kegiatan di Kepulauan Sula. Wilayah yang lebih dekat dengan Provinsi Maluku dibandingkan Sofifi, Ibukota Maluku Utara.
Perjalanan laut ditempuh dalam waktu 14-15 jam. Untungnya saat ini bukan musim ombak yang biasanya terjadi pada Agustus dan Desember. Sekitar 2 jam setelah berangkat hingga 2 jam sebelum tiba sinyal komunikasi akan hilang.
Jadi setidaknya ada 10 jam dimana smartphone akan sepi dari notifikasi. Sebab jalur pelayarannya jauh dari daratan. Bahkan lebih sering sejauh mata memandang hanya kelihatan perairan. Meskipun di dalam kamar, tanda daratan mulai terlihat dari adanya sinyal komunikasi meskipun hanya kode E (edge).
Di kapal tujuan Ternate-Sanana (Ibu kota Kabupaten Sula) terdapat dua tipe tiket. Tiket tanpa kamar dan dengan kamar. Harga tiket tanpa kamar sekitar Rp 360.000,-. Fasilitas tidur dengan matras dan makan. Apabila berada di kamar, penumpang perlu merogoh kocek tambahan Rp 360.000,-/orang untuk mendapatkan kamar dengan ukuran sekitar 2×2 meter dan ber AC. Kamar diisi oleh dua orang.
Memang kerasa “mahal” apabila dibandingkan harga hotel di daratan. Namun tentu kenyaman dalam pelayaran menjadi penting agar ketika sampai badan fresh. Sebab tantangan tanpa kamar selain banyak orang juga suasana gerah plus aroma nano-nano dari berbagai barang bawaan penumpang.
Perjalanan malam dengan kapal semacam waktu dimana kita terisolasi dari berbagai komunikasi dengan pihak luar. Momen ini sangat pas untuk merenung. Hanya suara mesin kapal dan getaran pintu yang menemani selama perjalanan. Meskipun ada teman, jam-jam segini tentu tidur menjadi pilihan yang tepat. Adakalanya pembaca perlu mencoba pelayaran malam dan rasakan sensasinya.
Laut Maluku, dini hari 21 November 2023
Di Atas Laut Maluku
Category: Publikasi