Perubahan iklim merupakan tantangan lingkungan yang paling mendesak dihadapi oleh banyak negara saat ini. Dampak dari perubahan iklim sangat berdampak pada kelangsungan proses pembangunan, dan oleh karena itu, perubahan iklim telah menjadi fokus dalam upaya mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Bappenas mencatat potensi kerugian ekonomi akibat perubahan iklim mencapai Rp. 544 triliun pada periode 2020-2024.
Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim karena sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Meskipun demikian, sektor pertanian juga merupakan pilar utama dalam menciptakan lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan pangan, pakan, dan energi. Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian mencakup peningkatan hama, penurunan jumlah musuh alami, serta cekaman lingkungan seperti kekeringan dan banjir, yang akhirnya dapat menurunkan hasil produksi tanaman.
Namun, petani telah mengadopsi berbagai praktik budidaya selama bertahun-tahun sebagai respons terhadap perubahan iklim. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan praktik-praktik yang dilakukan oleh petani dalam menghadapi perubahan iklim. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif dengan melibatkan tujuh informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani menerapkan manajemen pengairan melalui pembangunan embung, diversifikasi komoditas, dan penggunaan input organik sebagai strategi menghadapi perubahan iklim.
Melalui praktik-praktik ini, masyarakat Selopamioro menjadi lebih adaptif terhadap perubahan iklim. Upaya adaptasi yang terakumulasi melalui praktik-praktik yang diterapkan oleh petani telah membantu masyarakat menjadi lebih siap menghadapi dampak perubahan iklim. Pentingnya kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam juga menjadi aspek kunci dalam merespons perubahan iklim.
Selengkapnya bisa diakses di sini